Suhardi Hadiwijaya

Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Tabalong, Winarto mempertanyakan keberadaan kelembagaan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) terkait dengan perubahan nama dan payung hukumnya (foto : gentanewsonline.com/hrd)
TANJUNG, gentanewsonline.com – Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Tabalong, Winarto mempertanyakan keberadaan kelembagaan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) terkait dengan perubahan nama dan payung hukumnya.
Dikarenakan menurut politisi partai PAN ini, Secara Histori kelembagaan BPR dibentuk melalui Perda Propinsi Kalimantan Selatan, yang dulunya terdiri dari BPR Muara Uya, Haruai dan BPR Kelua.
“Lalu ketiga BPR itu digabungkan menjadi satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tabalong Bersinar dengan dasar hukum undang – undang PT (perseroan terbatas),” tutur Winarto di gedung Graha Sakata usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Bank BPR Tabalong Bersinar dan SKPD terkait pada Senin (01/09).
Dilanjutkannya, setelah keluar UU no 4 tahun 2023 tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan, disusul dengan Permendagri no 21 tahun 2024 tentang Pengelolaan Bank Perekonomian Rakyat, maka kemudian tidak terjadi kesesuaian karena perintah Undang – undang.
“Jadi Kami berharap, kalau BPR ini awalnya dibentuk dengan Perda maka sebaiknya juga ditutup dengan perda pula, apakah itu perda propinsi maupun perda kabupaten,”beber Winarto.
Nanti dalam perjalanan nya, sambung Winarto, Bank Perekonomian yang akan datang ini seyogyanya kembali dilanjutkan dengan perda, bukan perseroan.
“ini karena amanat undang -undang, dan beberapa waktu lalu kami berkonsultasi dengan Kemendagri, BPR ini nantinya lebih tepat payung hukumnya adalah perda kabupaten, pasalnya saham mayoritas hampir 90 persen milik Kabupaten,” terang Winarto.
Diharapkannya Kelembagaan ditata terlebih dahulu agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari.
“Tentu kita tidak ingin tanggung renteng bila terjadi persoalan dikemudian hari, nah jadi dipersilahkan ini terus berjalan secara linear, sambil kelembagaan diperbaiki dan rencana penyertaan modal kita bahas bersama-sama,”ujarnya.
Sementara terkait program Tabalong Smart tentang pinjaman nol persen tanpa jaminan bagi UMKM dan petani sebesar Rp 3 juta per nasabah, Winarto menyarankan untuk sementara dipending dulu sampai perda disahkan, terutama untuk dana penyertaan yang akan datang.
“Tapi, kalau itu kebijakan direktur BPR saat ini untuk mendukung program Bupati, ya dipersilahkan untuk berjalan, sepanjang dana yang diputar itu dana yang selama ini ada di BPR, kalau yang 18 Milyar ini ada baiknya di stop dulu sampai perdanya ditetapkan,”ucapnya.
Ia juga berpesan setelah penyertaan modal nanti, BPR selain menjalankan program Tabalong Smart juga tetap menjalankan program konsumtif, untuk PAD.
“Kalau saran saya, setidaknya 30 – 40 persen untuk Tabalong smart, 60 – 70 persen untuk disalurkan ke program konsumtif,”kata Winarto.(gentanewsonline.com/hrd).