Suhardi Hadiwijaya

Kepala Seksi (Kasi) Intelejen Kejaksaan Negeri Tabalong, Muhammad Fadhil SH.,MH., (Foto : gentanewsonline.com/hrd)
TANJUNG, gentanewsonline.com – Ditersangkakannya mantan Bupati Tabalong dua periode berinisial AS oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabalong cukup menyedot perhatian publik.
Bagaimana kasus ini bermula hingga menyeret mantan Bupati ke ranah hukum? begini ceritanya.
Menurut Kepala Seksi (Kasi) Intelejen Kejaksaan Negeri Tabalong, Muhammad Fadhil SH.,MH., Kasus ini bergulir sejak tahun 2019 yang melibatkan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tabalong Jaya Persada dengan PT. Eksklusif Baru (PT.EB).
“Kedua Perusahaan ini melakukan kerjasama dalam bidang bahan olahan karet (bokar) pada tahun 2019 lalu,”tutur Fadhil di ruang kerjanya, Jumat (29/08).
Namun dalam perjalanannya, sambung Fadhil, setelah barang berupa bokar itu terkumpul dan dikirimkan, tidak ada pertanggungjawaban pembayaran dari pihak PT EB kepada Perumda, dan setelahnya tidak ada penyelesaian kedua belah pihak, sehingga setelah dihitung kerugian negara mencapai Rp. 1,8 Milyar,
“Lalu masuklah laporan dari masyarakat yang kemudian pada Oktober 2024 kami mulai melakukan penyelidikan, dan dari penyelidikan itu kami menganggap ada peristiwa pidana yang terjadi, sehingga kami tingkatkan ke penyidikan,”papar Fadhil.
Dalam hal ini, sambungnya, Tim menggandeng BPK RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dengan audit investigasi langsung.
“Dan memang penyidikan cukup lama karena sudah banyak yang pensiun ada juga yang meninggal, bahkan dari PT EB sudah hilang tak jelas rimbanya,”ungkapnya.
Pada bulan juni 2025, tambah Fadhil, pihaknya sudah menetapkan 2 tersangka, yang pertama inisial A Direktur Perumda Tabalong Jaya Persada dan inisial J Direktur PT Eksklusif Baru (PT EB).
“Setelah kasus ini terus berjalan, Tim berpandangan harus ada pihak lain yang dimintai pertanggungjawaban hukum, lalu setelah selama 8 bulan penyidikan, kami berkesimpulan saudara AS kami anggap punya keterlibatan dalam kasus Bokar ini,”tandas Fadhil.
Disampaikannya, memang ada yang mengatakan bahwa pihak perumda adalah korban penipuan, tapi karena dana sejumlah Rp. 1,8 M tersebut bersumber dari dana APBD melalui program penyertaan modal, dan tidak ada etikad untuk segera diselesaikan,maka dari mata hukum disimpulkan membuat keuangan negara dirugikan.
“Dalam hal anggaran, negara tidak boleh tertipu karena punya regulasi penggunaan anggaran,”jelas Fadhil.(gentanewsonline.com/hrd).